Jawa Timur adalah area yang kaya bakal seni, budaya, dan tradisi. Berbagai kebiasaan area yang ada di lokasi ini punya latar belakang yang beragam, dan masih dilestarikan sampai saat ini. Salah satunya adalah, kebiasaan suku Tengger.

Tradisi suku Tengger yang populer antara lain, upacara Kasada atau Yadnya Kasada. Kemudian, ada kembali upacara Mecaru, dan masih banyak lagi. Beberapa kebiasaan suku Tengger ini masih ditunaikan sampai saat ini, dan tiap-tiap punya makna yang sakral.

Tradisi Suku Tengger Berikut ini penjelasan tentang sebagian kebiasaan suku Tengger yang dihimpun dari beragam sumber.

1. Yadnya Kasada

Tradisi suku Tengger yang pertama adalah, upacara Kasada atau Yadnya Kasada. Upacara ini, merupakan merupakan sambungan dari proses keyakinan masa prasejarah yang terlalu fokus terhadap pemujaan arwah leluhur dan kultus Gunung Bromo sebagai pancering jagad atau poros dunia (axis mundi).

Kasada adalah ritual pemberian kurban (ngelabuh) dari keturunan R.Kesuma di kawah Gunung Bromo cocok dengan keyakinan keagamaan penduduk Tengger. Kasada dilaksanakan setiap tahun, mangsa asada, tanggal 14 bulan purnama. Kasada itu mirip dengan sedekah bumi dan sinyal syukur atas semua pemberian Tuhan Yang Maha Esa.

Beberapa hari sebelum saat Upacara Kasada dimulai, penduduk bakal mengerjakan sesajian yang berisi beraneka macam hasil pertanian dan ternak. Pada malam upacara berlangsung, mereka bakal berbondong-bondong mempunyai ongkek yang berisi sesaji-sesaji berikut menuju pura.

Tepat pada tengah malam, upacara pelantikan dukun dan pemberkatan umat di pura berikut bakal berlangsung. Selepas upacara selesai, ongkek-ongkek yang berisi beraneka sesajian berikut bakal dibawa dari kaki gunung menuju puncak gunung. Sesampainya di puncak, mereka bakal melemparkan sesajian-sesajian berikut ke kawah Gunung Bromo sebagai simbol pengorbanan yang dilaksanakan oleh nenek moyang.

2. Unan-Unan

Tradisi suku Tengger selanjutnya adalah, Unan-Unan. Upacara ini diadakan untuk kembali menyelaraskan alam dikarenakan adanya bulan yang dihapus pada th. manis atau th. kabisat. Dalam bahasa Tengger, Unan-Unan berarti melengkapi bulan yang hilang agar kembali utuh. Uniknya, upacara ini diadakan setiap lima th. sekali dan kudu diadakan di setiap desa.

Tujuan dari Unan-Unan termasuk untuk memberi tambahan sedekah kepada alam dan isinya, termasuk pada mereka yang melindungi sumber mata air, desa, dan tanah untuk pertanian. Unan-Unan termasuk kerap disebut bersih desa, yang dimaknai sebagai melepaskan desa dari masalah makhluk halus atau bhutakala dan sebagai wujud keinginan agar terhindar dari penyakit dan terbebas dari penderitaan dalam kehidupan.

Pada upacara ini, penduduk bakal mengurbakan kerbau. Pemilihan hewan kurban ini dikarenakan orang Tengger yakin bahwa kerbau merupakan hewan pertama yang nampak di bumi. Ketika upacara berlangsung, semua penduduk bergotong-royong buat persiapan semua persiapannya dan mengesampingkan perbedaan agama.

3. Upacara Mecaru

Tradisi suku Tengger yang ketiga adalah upacara mecaru. Pelaksanaannya diawali sejak pagi di masing-masing desa sesudah itu dilanjutkan pada siang hari, di mana semua umat Hindu suku Tengger di Gunung Bromo melanjutkan upacara Mecaru bersama dengan atau Tawur Agung Kesanga yang dipusatkan di lapangan Telogosari, Tosari, Pasuruan. Upacara yang diikuti ribuan umat Hindu suku Tengger di kawasan Gunung Bromo berikut sesudah itu dilanjutkan bersama dengan mengarak puluhan Ogoh-ogoh ke masing-masing desa di wilayah Kecamatan Tosari, Tutur (Nongkojajar), dan Puspo.

Umat Hindu suku Tengger yang udah bersih berasal dari efek karakter jelek, sesudah itu melaksanakan Catur Berata Penyepian, yakni tidak menyalakan api (Amati Geni), tidak bekerja (Amati Karya), tidak bepergian (Amati Lelungan), dan tidak bersenang-senang (Amati Lelalungan). Mecaru merupakan kronologis prosesi upacara yang dijalankan umat Hindu untuk menyongsong Hari Raya Nyepi sebagai usaha introspeksi diri untuk mendekatkan diri pada Sang Hyang Widi, sesama manusia, serta lingkungan, atau yang disebut Tri Hita Karana.

4. Perayaan Hari Karo

Hari Karo bagi penduduk Tengger adalah hari raya paling besar. Datangnya hari ini terlampau dinanti-nanti oleh penduduk Tengger. Pada dasarnya, hari raya Karo dirayakan sejalan bersama dengan hari raya Nyepi.

Dalam kebiasaan suku Tengger yang satu ini, penduduk Tengger akan melaksanakan pawai bersama dengan mempunyai hasil bumi. Kemudian, ada pula pementasan kesenian adat seperti pergelaran Tari Sodoran. Selanjutnya acara dilanjutkan bersama dengan bersilaturahmi ke rumah saudara dan terhitung tetangga.

5. Upacara Pujan Mubeng

Diselenggarakan pada bulan kesembilan atau Panglong Kesanga, yakni pada hari kesembilan setelah bulan purnama. Pada kebiasaan suku Tengger ini, semua warga berkeliling desa bersama dengan dukun sambil memukul ketipung. Mereka berjalan berasal dari batas desa anggota timur memutari empat penjuru desa. Upacara ini ditujukan untuk bersihkan desa berasal dari problem dan bencana. Perjalanan keliling berikut diakhiri bersama dengan makan bersama dengan di rumah dukun. Makanan yang di sediakan berasal berasal dari sumbangan warga desa.

6. Ritual Ojung

Ojung merupakan tidak benar satu kesenian asli suku Tengger. Tradisi suku Tengger yang satu ini, merupakan perkelahian satu lawan satu pakai senjata yang terbuat berasal dari rotan. Kedua petarung akan saling mencambuk satu mirip lain bersama dengan rotan tersebut. Pemenang Ojung adalah peserta yang lebih banyak mencambuk. Ojung bisa diikuti oleh pria berasal dari suku Tengger berasal dari usia 17 sampai 50 tahun. Tak cuma menjadi kesenian, Ojung terhitung digelar sebagai wujud ritual memohon hujan kepada Sang Pencipta dan biasa dijalankan pas musim kemarau.